Selasa, 19 Februari 2008

Yang Paling Cinta




Yang Paling Cinta




Siapakah yang paling mencintai Anda?. Kalau pertanyaanya adalah orang yang paling mencintai, maka jawabnya hampir bisa ditebak akan sama, atau tidak terlalu berbeda antara satu orang dengan lainnya. Jawabannya mungkin : ibu, ayah, paman, saudara-saudara kita, atau juga pacar kita mungkin.

Jawaban itu serasa seragam, dan berlaku universal. Kadar kecintaan mereka hampir bisa dipastikan cukup tinggi. Kalau diadakan kriteria pengukuran, mungkin bukan saja mereka itu sekedar cinta, tapi bisa jadi mereka itu akan : sangat cinta, amat cinta, cinta banget, cinta sekali. Atau bahkan untuk menunjukkan betapa cinta mereka itu sangat besar, bisa memakai kata-kata yang terasa bombastis dan hiperbolis semisal : amat sangat cinta sekali, atau menurut bahasa pelawak bisa menjadi : amuat suangat cuinta banget. Yahh itulah gambaran kecintaan orang-orang dekat kepada kita.

Namun seperti yang saya sebut tadi, mereka itu (ibu, bapak, pacar) statusnya adalah manusia, atau orang. Bila ada pertanyaan lain yang mungkin agak sulit dijawab misalnya Siapakah yang lebih mencintai Anda dari mereka-mereka itu?. Atau siapakah yang mencintai Anda secara hakiki dalam hidup ini?.

Atau siapakah yang paling puncak mencintai Anda?. Orang-orang sufi akan serempak menjawab : Allah!. Dan seorang petani miskin (tapi sufi) di pelosok desa di Pulau Jawa ini akan turut menjawab : Gusti Allah!.

Nggak pantes rasanya kita sebagai manusia biasa ini, mengadakan komparasi kadar kasih, sayang, cinta, antara Allah SWT dengan ibu, bapak atau keluarga kita. Sebab semuanya sudah jelas statusnya, Allah SWT adalah khalik dan ibu bapak adalah makhluk.

Tapi…kalau untuk diambil sisi positif atau hikmahnya, maka komparasi kasih sayang itu sah-sah saja kok. Terutama misalnya bagi seorang ustad yang ngasi sebuah materi tentang : Ar-Rahman dan Ar-Rahimnya Allah SWT dalam pengajian akbar misalnya. Maka deskripsi, eksplanasi, eksposisi, ilustrasi tentang sifat-sifat Rahman dan Rahimnya Allah hasrus benar-benar dipaparkan. Sebab bisa jadi para jamaah pengajian akan merasa benar-benar tersentuh, lalu sadar betapa besar cinta Allah SWT kepada semua makhlukNya.

Komparasi, analisis tentang kecintaan Allah dan kecintaan ibu-bapak terhadap kita, akan menyeret pemikiran kita kepada analisa kalkulasi perincian tentang nikmat Allah SWT (yang merupakan bukti kecintaan Allah SWT kepada makhlukNya) yang telah diberikan kepada kita.

Kalkulasi nikmat, berarti kita akan berusaha menghitung-hitung berapa banyak nikmat Allah kepada kita. Bukan pekerjaan mubazir memang, karena hal itu tergantung kepada niatnya saja. Dan niat positif dari kalkulasi nikmat itu, barangkali dapat disebutkan misalnya : Agar kita (manusia) bisa mensyukuri nikmatNya, mengakui keagunganNya, dan berusaha agar selalu istiqamah, dan sering-sering menasehati, mengkhotbahi, diri sendiri agar selalu berada di shiratal mustaqim.

Banyak analisis tentang cinta Allah SWT kepada kita makhlukNya. Mulai analisis yang sederhana saja, sampai yang rumit, juga ada. Yang penting, kita ambil konklusinya saja untuk advis bagi diri sendiri. Analisis itu bisa dipaparkan sedikit bahwa : Cinta Allah SWT kepada kita adalah bersifa Baqa (kekal), Unlimitted, tidak terbatas dimensi ruang dan waktu, juga bersifat Kontinyu dan Stabil (tidak pernah berkurang karena dibagi-bagikan).

Barangkali dengan jutaan uraian air mata kita, setelah bertafakkur tentang Rahman dan Rahimnya Allah SWT, jutaan liter darah kita untuk berjihad fi-sabilillah, jutaan liter tetes keringat kita untuk berjuang menegakkan agama Allah, dan sebagainya dan sebagainya, tidak akan pernah impas membayar karuniaNya kepada kita. Tapi Allah SWT adalah sebaik-baiknya Dzat yang pasti tak akan menghendaki manusia untuk membayar semua nikmat yang telah diberikan. Namun Allah hanya menghendaki agar kita bisa bertaqarrub istiqamah dan bertaqwa kepadaNya.


Kedondong Kidul, Surabaya
Rabu, 8 Oktober 1997 M
Jumadil Tsaniyah 1418 H

1 komentar:

Rizal Fredian Arviyatno mengatakan...

wuih, pertama kali masuk ke sini daku langsung terkesima. Nggak nyangka kang Hadi bisa meramu kata-kata sehingga menjadi kalimat-kalimat yang dasyat kaya